Text
Ensiklopedia Muslimah Reformis: Pokok-Pokok Pemikiran Untuk Reinterpretasi & Aksi
Buku Ensiklopedia Muslimah Reformis ini tak hanya tebal halamannya tetapi juga kaya dengan analisa, terperinci dalam data, relevan sesuai konteks, dan tentunya mencerahkan.
Pembahasan sebanyak 16 bab ini dimulai dari bidang pendidikan. Musdah Mulia menjelaskan dalam bab ini mengenai model pendidikan yang dibutuhkan bangsa ini dan fondasi yang tepat bagi semua pola pendidikan. Islam sebagai agama yang lantang menyuarakan hak-hak pendidikan bagi setiap hamba-Nya tersimbol dalam satu surah yakni surah al-‘alaq dengan bunyi ayat pertama yang begitu akrab di telinga, ‘iqra’ (bacalah). Membaca merupakan aktivitas akal yang sangat luar biasa. Kemampuan kognitif dan curiosity (rasa ingin tahu) menyatu sehingga kita bisa melihat, menganalisa dan menggali informasi lebih dalam lagi agar pemahaman terhadap sesuatu masalah lebih komprehensif.
Setelah pembahasan terkait pola pendidikan yang semestinya diterapkan sebagai kurikulum di negeri ini, Musdah Mulia kemudian mengulas secara kritis tentang pembentukan keluarga melalui pernikahan. Mengapa keluarga? Sebab dari keluargalah generasi-generasi manusia terlahir dan keluarga sebagai institusi terkecil sangat memengaruhi cara pandang seseorang di kemudian hari. Pola asuh orangtua dan lingkungan tempat dimana seorang anak tumbuh, juga sangat berpengaruh terhadap perilaku sosial sang anak.
Al-umm madrasatul demikian istilah yang senantiasa ditujukan bagi perempuan dalam posisinya sebagai ibu. Istilah itu bermakna bahwa ibu menduduki peranan yang sangat penting yaitu sebagai tempat belajar dan sekolah utama bagi anak-anaknya. Dengan demikian, penanaman nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan bisa dimulai dari sedini mungkin—sebelum anak memasuki institusi yang lebih luas lagi. Musdah berpendapat bahwa peranan perempuan dalam posisinya sebagai ibu, seyogyanya mampu mempelopori lahirnya pendidikan perdamaian. Hal ini penting mengingat keluarga adalah inti terkecil dalam upaya mengadakan pembaruan.
Isu strategis berikutnya yang diulas dalam buku ini adalah perihal Keluarga Berencana (KB). Terkait KB, Musdah berpendapat, KB bukan hanya pemasangan alat kontrasepsi semata. Namun, lebih dari itu. KB ialah upaya yang seharusnya dilakukan seseorang sebelum ia memutuskan untuk menikah, pertanyaan yang perlu diajukan dan direfleksikan mulai dari; siapa yang akan ia nikahi? Berapa usianya? Apakah mental, fisik dan finansial telah cukup? Berapa anak yang diinginkan? Hingga hal-hal penting dan terperinci lainnya agar pasangan suami istri dapat melaksanakan tugas-tugas rumah tangga nantinya dengan penuh tanggung jawab. Hal ini penting, sebab banyak pasangan yang memutuskan untuk menikah tanpa perencanaan yang matang, juga tak sedikit yang menikah di bawah umur atau masih dalam usia anak.
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik Tahun 2017, angka prevalensi perkawinan anak sudah menunjukkan angka yang tinggi pada tahun 2015, yakni tersebar di 21 Provinsi dari 34 Provinsi di Indonesia. Hal ini berarti angka perkawinan anak berdasarkan sebaran provinsi di seluruh Indonesia sudah mencapai angka yang mengkhawatirkan, yakni dengan jumlah persentase 61% (enam puluh satu persen). Sedangkan pada tahun 2017, terdapat kenaikan jumlah provinsi yang menunjukkan angka perkawinan anak yang bertambah dari tahun 2015 yakni Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Riau yang kini tergolong provinsi yang menunjukkan angka cukup tinggi (diatas 25%). Angka persentase perkawinan anak masing-masing kedua provinsi tersebut yakni 34,41% dan 25,87%.
Tingginya angka prevalensi perkawinan anak seperti terurai di atas, menjadi bukti bahwa anak kerap menjadi korban salah satunya karena faktor ekonomi (kemiskinan). Dengan menikahi anak, diharapkan beban hidup orang tua dapat berkurang, padahal, secara tidak langsung, anak yang dinikahi dalam usia yang belum cukup lebih rentan mengalami gangguan kesehatan reproduksi. Fenomena ini sejalan dengan Qs. an-Nisa/4: 9 mengenai anjuran bagi para orangtua agar tidak meninggalkan generasi yang lemah (dzuriyyatan dhi’a>fan) baik lemah secara ekonomi, pendidikan, termasuk kesehatan reproduksi. Terkait hal ini, Musdah mengkritisi bahwa kesehatan reproduksi juga seharusnya dapat diakses oleh seluruh individu dan ini menjadi tugas besar pemerintah untuk menyediakan sarana dan prasarana yang memadai; termasuk informasi yang cukup mengenai Keluarga Berencana (KB).
Lebih lanjut, Musdah menguraikan bahwa konsep utama Keluarga Bencana (KB) adalah merencanakan suatu kehidupan keluarga yang damai dan bahagia dan salah satu indikasinya adalah jumlah anak yang sedikit dan berkualitas. Pandangan ini terkait dengan masalah global tentang ledakan penduduk, kemiskinan, pengangguran, dan keterbatasan sumber daya alam. Dengan demikian, pembatasan keturunan semestinya tidak dipandang sebagai penolakan takdir Tuhan, namun lebih kepada upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak demi terciptanya kesejahteraan.
Selain ulasan tentang pentingnya upaya pemenuhan hak dan kesehatan reproduksi, buku ini juga mengulas tentang poligami, demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), menghapus radikalisme dan terorisme, masalah politik hingga ide untuk mengupayakan tafsir yang humanis-feminis agar tidak ada lagi tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama. Terakhir, upaya merajut damai dengan merumuskan dakwah transformatif merupakan bab penutup dalam Ensiklopedia Muslimah Reformis ini. Dakwah haruslah membawa pengaruh transformasi dalam masyarakat. Dakwah harus mampu mengubah masyarakat ke arah kondisi yang lebih positif, konstruktif dan produktif.
Dapat disimpulkan bahwa Ensiklopedia Muslimah Reformis merupakan upaya meredefinisi konsep mar’ah shalihah yang digaungkan Alquran. Muslimah reformis seakar dan sejalan dengan konsep mar’ah shalihah; bahwa perempuan shalihah bukan hanya mereka yang taat pada Tuhan dengan seperangkat atribut keagamaan, namun juga perlu aktif bergerak, penuh empati, peduli dan turut andil dalam upaya-upaya kemanusiaan.
B09050 | B-Pendidikan & Kemanusiaan EN MU | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain