Text
Revolusi Mental Dalam Budaya Jawa
Bangsa ini tengah mengalami pembusukan mental. Perkelahian antar partai, antar etnis, antar religi, antar kampung, dan atar elite tak pernah kunjung selesai. Pelaksanaan hukum yang tebang pilih dan fenomena berebut kekuasaan, telah menciptakan penyakit mental bangsa. Sadar atau tidak, kita sedang terjangkiti virus akut yang disebut ngengleng nasional. Oleh sebab itu, memang bukan berlebihan jika ada gagasan revolusi mental. Kata revolusi identik dengan istilah restorasi. Mental restorasi sudah saatnya ditabuh seperti membunyikan genderang.
Restorasi adalah upaya pengembalian atau pemulihan kepada keadaan semula. Restorasi boleh disebut pemugaran mental atau sebut saja revolusi mental. Untuk merevolusi mental , ada baiknya kita belajar menjadi sebuah ceret. Jadilah mental ceret. Orang yang bermental ceret bermakna sebelum diisi air harus dikosongi dulu, kemana air ceret harus dikosongkan? Ternyata harus dituang ke gelas-gelas kosong. Jadi air yang sudah ada tidak sia-sia alias jadi ilmu bagi sesama. Kalau sudah diisi air, misal air keran yang mentah, seperti ilmu yang belum diasah atau belum bisa langsung diterapkan, ceret akan dijerang; dipanaskan di atas kompor dengan api yang membara. Pasti panas, sakit, dan menderita kan?
Itulah esensi dari belajar dan menuntut ilmu, lewat susah, lewat capek, lewat jenuh, lewat titik nyaris putus asa. Orang bermental ceret, tentu tidak takut berusaha. Mental ceret justru lebih berpikir memayu bayuning bawana, yaitu hidup harus bermanfaat bagi orang lain. Air ceret yang dituangkan ke gelas, menandai mental ikhlas. Mentalitas ceret dapat mengubah mental-mental manusia yang tidak mau usaha , takut bekerja, dan hidup hanya untuk kepentingan diri sendiri.
B09602 | B-Pendidikan & Kemanusiaan RE SU | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain